KPAI Terima 4.683 Aduan Terkait Anak di 2022, Ingatkan Dampak Bonus Demografi

Ilustrasi kekerasan pada anak. Foto: MIA Studio/Shutterstock

Perlindungan anak sangat berkaitan dengan dampak bonus demografi, karena semakin banyak angka usia produktif maka kasus terkait anak akan semakin besar.

Hal tersebut yang menjadi salah satu fokus KPAI untuk memperkuat upaya perlindungan anak. Pasalnya, berdasarkan data KPAI, sepanjang 2022 terdapat 4.683 kasus perlindungan anak.

“Perlindungan anak ini dikaitkan dengan penguatan atas bonus demografi menuju ketahanan sebuah bangsa,” kata Ketua KPAI Ai Maryati Solihah dalam diskusi “Ramadhan Public Law” dengan tema “Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak, Salah Siapa?” di Hotel Balairung Jakarta Timur, Sabtu (8/4).

Terkait masalah anak, Ai menyatakan, tidak hanya terkait masalah keluarga yang broken home, keluarga yang menghadapi kejahatan, hingga kekerasan seksual, namun lebih dari itu. Ia pun menegaskan anak berkaitan erat dengan demokrasi, dan ketahanan, serta martabat suatu bangsa.

“Sehingga kita semua harus terlibat penuh atas pembangunan bangsa dan negara. Sehingga, kita harus terlibat dalam mengatasi permasalahan anak ini,” imbuh dia.

Dalam diskusi yang sama, Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (LBH PB PMII) memberi perhatian serius terhadap kekerasan terhadap anak dan penegakan hukum sistem peradilan pidana anak.

Direktur LBH PB PMII Muhammad Qusyairi bercerita pernah mendampingi kasus pembunuhan terhadap anak.

“Tahun lalu, kami mendampingi korban pembunuhan anak. Ternyata pelakunya usia 16 tahun yang bisa melakukan pembunuhan berencana yang luar biasa,” kata Qusyairi.

Qusyairi terkejut anak di bawah umur sudah mampu merencanakan pembunuhan secara sistematis. Ia tak menampik tindak pidana anak merupakan “lex specialis” atau aturan atau hukum bersifat khusus.

“Bicara (kejahatan) anak ini Undang-Undang khusus, tindak pidana peradilan khusus, masa penahanannya juga khusus. Jadi semua yang berkiatan dengan ini (kejahatan anak) khusus,” ucapnya.

Diskusi “Ramadhan Public Law” dengan tema “Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak, Salah Siapa?” di Hotel Balairung Jakarta Timur, Sabtu (8/4/2023). Foto: Dok. Istimewa

Sekjen LPSK Noor Sidharta menambahkan hampir semua tindak pidana yang ditangani LPSK berhubungan dengan anak.

“Kita bicara penyiksaan, narkotika, korupsi, pencucian uang, perdagangan orang, terorisme ini juga berkaitan dengan anak. Ada juga pelanggaran HAM, kekerasan seksual juga,” jelas Noor dalam kesempatan yang sama.

Ia menyampaikan, penderitaan korban terutama tindak pidana secara fisik sangat jelas. Ia pun mengatakan, korban kekerasan seksual bisa mengalami trauma sumur hidup.

“Karena itu, saat ini LPSK sedang membangun pusat perlindungan dan pelatihan sebagai antisipasi bila orang tua tidak berkehendak melakukan rehabilitasi pada anak,” paparnya.

Sementara itu, Bidang Anggaran dan Keuangan Itwil II Itwasum Polri Kombes Sulastiana menekankan pentingnya advokasi. Ia mendukung, PMII membuka layanan bantuan hukum bagi para korban.

“Restoratif justice ini tidak bisa kita selesaikan hanya diranah peradilan saja, tetapi di level SDM. Human capital kita perlu diasa,” jelas Sulastiana.

Oleh karena itu, ia berharap PMII bisa mengembangkan dalam mengani persoalan hukum anak. Ia berharap, PMII bisa juga menjangkau lingkungan pondok pesantren.

“PMII harus dapat mengambil bagian dalam penegakkan huku yang bersifat supporting low inforcment,” pintanya.

Comments are closed.
Generated by Feedzy