Dukungan Sosial dan Depresi pada Remaja
Ilustrasi depresi. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Townsend (dalam Fitria & Maulidia, 2018) mendefinisikan depresi sebagai perubahan mood atau afek yang diekspresikan dalam bentuk perasaan sedih, putus asa, pesimis, penurunan minat pada aktivitas sehari-hari, perubahan pola makan, tidur, dan gejala somatic lainnya.
DSM-V mengungkapkan ciri umum gangguan depresi yaitu adanya suasana hati yang sedih, kosong, mudah tersinggung, disertai dengan perubahan yang secara signifikan mempengaruhi kapasitas individu untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut Kring (dalam Sarafino, 2014), seseorang dapat dikatakan mengalami depresi apabila mengalami gejala gangguan psikologis dalam kurun waktu yang lama.
Amelia et al. (dalam Bintang & Mandagi, 2021) mendefinisikan dukungan sosial sebagai keberadaaan orang lain yang dapat memberi bantuan, semangat, penerimaan dan perhatian, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan bagi individu yang bersangkutan. Menurut Sarafino, terdapat empat tipe dukungan sosial. Esteem support merupakan dukungan sosial dengan menyampaikan empati, perhatian, pengakuan yang positif, dan dorongan.
Instrumental Support merupakan dukungan dengan bantuan langsung seperti meminjamkan uang atau membantu pekerjaan rumah. Informational Support merupakan dukungan dengan memberikan saran, arahan, dan umpan balik mengenai hal-hal yang dilakukan. Companionship Support merupakan dukungan sosial yang mengacu pada kesediaan menghabiskan waktu dengan individu tersebut, dan membuat individu merasa menjadi bagian dari suatu kelompok.
Sarafino (2014) kemudian menjelaskan bahwa lingkungan sosial membentuk perilaku dan gaya hidup seseorang dimana hal ini juga dipengaruhi oleh dukungan sosial yang diterima oleh individu tersebut. Seseorang dengan tingkat dukungan sosial yang rendah cenderung mudah mengalami depresi ketika dihadapkan pada situasi yang penuh tekanan.
Namun, Sarafino (2014) menyebutkan dalam bukunya bahwa dukungan sosial juga dapat mengurangi stres atau tekanan yang dialami individu. Hal ini sesuai dengan model hubungan interpersonal yang menyatakan bahwa dukungan sosial mampu berperan sebagai penyebab utama depresi pada remaja. Sedangkan hubungan interpersonal yang kurang baik dapat menyebabkan konflik interpersonal berakibat dapat merusak upaya dukungan sosial yang sudah dibangun sebelumnya (Sarafino, 2014).
Adapun dukungan emosional yang berasal dari keluarga dan teman merupakan salah satu dukungan sosial yang paling efektif untuk mencegah remaja mengalami depresi (Fitria & Maulidia, 2018). Camara (dalam Fitria & Maulidia, 2018) mengatakan bahwa dukungan emosional yang dapat diberikan berupa mendengarkan, memberikan apresiasi, dan menunjukkan kasih sayang.
Dukungan sosial lain yang dapat diberikan oleh keluarga adalah dukungan informasional, yaitu dukungan dengan cara memberikan informasi mengenai tumbuh kembang anak dan dukungan apresiasi serta tidak membandingkan anak dengan anak yang lain.
Dukungan verbal dan tindakan nyata berperan aktif dalam mengatasi tekanan psikologis pada individu saat masa-masa sulit. Hal ini memungkinkan individu untuk melakukan upaya pemecahan masalah sehingga meminimalkan terjadinya depresi pada diri remaja.
Data yang menunjukkan angka depresi pada remaja
Prevalensi Depresi pada Penduduk Umur >15 tahun menurut Provinsi (Riskesdas, 2018)
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi depresi pada remaja Indonesia yang berusia 15 tahun keatas mencapai 6,1% dari jumlah penduduk Indonesia yang setara dengan 11 juta orang. Hal ini tidak lepas dari usia remaja yang merupakan masa pencarian jati diri.
Tingginya tingkat depresi pada remaja bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya lingkungan. Keadaan lingkungan sekitar, keluarga, serta pergaulan yang tidak mendukung, akan berpengaruh pada emosi remaja. Dengan kondisi emosi yang masih labil dan kerap kali terpengaruh mood, maka tak pelak bisa menjadi penyebab depresi.
Kemampuan remaja dalam beradaptasi di lingkungan baru juga memengaruhi tingkat stres yang berujung depresi pada remaja (Sarafino, 2014). Remaja juga dapat beresiko tinggi depresi apabila remaja mempunyai riwayat trauma baik penganiayaan fisik maupun verbal, hingga riwayat kehilangan orang terdekat.
Hasil Penelitian yang Menunjukkan Hubungan Dukungan Sosial dan Depresi pada Remaja
Penelitian yang dilakukan Zhang et al. (2015) mengatakan bahwa remaja yang memiliki depresi mengungkapkan bahwa mereka kurang puas dengan dukungan sosial yang diterima dan sedikit menerima bantuan dari orang lain. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ren et al. (2018) mengungkapkan bahwa remaja yang tidak memiliki gangguan depresi lebih mudah mendapatkan dukungan sosial daripada remaja yang mengalami depresi. Hal ini dikarenakan individu yang mengalami depresi menunjukkan tanggapan yang negatif dan penolakan sehingga membuat orang lain tidak nyaman dan menghindari individu yang mengalami depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh Qing dan Li (2021) mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki dampak prediktif, yaitu pengaruh baik terhadap depresi. Orang dengan dukungan sosial yang tinggi lebih kecil kemungkinannya mengalami depresi, sedangkan orang yang memiliki dukungan sosial yang rendah lebih tinggi kemungkinannya mengalami depresi di kemudian hari.
Pengaruh Tingkat Stres yang Menyebabkan Depresi pada Remaja dengan Kesehatan Jasmani
Teori perilaku terencana (Sarafino, 2014) menyatakan bahwa perilaku yang berhubungan dengan kesehatan ditentukan oleh niat seseorang, termasuk sikap mereka terhadap perilaku, norma subyektif, dan self-efficacy. Kecenderungan seseorang untuk patuh, terencana, teratur, dan rajin merupakan karakteristik kepribadian yang diasosiasikan dengan mempraktikkan banyak perilaku kesehatan. Jika teori perilaku terencana model perubahan berfokus pada kesiapan orang untuk mengubah perilakunya, maka teori konflik berfokus pada peran stres dalam proses pengambilan keputusan.
Dua faktor lain yang terkait dengan perilaku dan berhubungan dengan kesehatan adalah kepribadian dan keadaan emosi seseorang, terutama stres. Salah satu penyebab stres adalah saat seseorang terlibat konflik dengan orang lain. Konflik tersebut dapat dihindari atau diminimalkan dengan perilaku interpersonal yang adaptif, terutama dengan sikap asertif (Sarafino, 2014). Orang yang tidak asertif cenderung menilai situasi yang berpotensi menimbulkan stres sebagai ancaman dan merespons dengan perubahan fisiologis yang tidak maladaptif (Sarafino, 2014).
Comments are closed.